Janji Asuransi bak “Nina Bobo” di Indonesia: Kemana Bangkai Mobil dan Motor Bekas Pasca Bencana Alam?

2 Desember 2025: Setiap kali bencana alam menghantam mulai dari banjir bandang, longsor, hingga luapan sungai besar satu narasi kembali muncul di tengah masyarakat: janji manis dari perusahaan asuransi, yang di telinga sebagian pemilik kendaraan terdengar bak lagu “Nina Bobo” yang menenangkan, namun tak selalu menghadirkan hasil nyata.

Di balik itu, ada persoalan besar yang jarang dibahas: ke mana sebenarnya mobil dan motor rusak parah itu dibawa? Siapa yang menanggungnya? Dan bagaimana limbah otomotif ini beredar kembali di pasar?

Realitasnya tidak sesederhana yang dibayangkan. Limbah kendaraan bekas bencana adalah industri tersendiri. Di satu sisi ada regulasi, di sisi lain ada pasar abu-abu.

Di tengahnya berdiri pemilik kendaraan yang sering kali kebingungan, terjebak antara janji asuransi dan kenyataan teknis pengelolaan limbah.

Artikel ini mengurai alur pasar, peran asuransi, pergerakan bangkai kendaraan, hingga risiko peredarannya kembali ke pasar konsumsi.

1. Ledakan Limbah Kendaraan Pascabencana:

Setiap banjir besar menghasilkan ribuan mobil dan motor yang rusak total. Dalam banjir bandang, lumpur tebal dapat menyumbat ruang bakar, menenggelamkan ECU, merusak wiring, hingga memecahkan panel bodi.

Untuk motor, kerusakannya lebih fatal: komponen elektronik kecil langsung rusak, rangka cepat korosi, dan air bercampur oli menghancurkan mesin.

Data BPBD dari bencana-bencana beberapa tahun terakhir menunjukkan pola konsisten:

70–80% motor terendam banjir bandang masuk kategori tidak layak diperbaiki

40–60% mobil yang terendam hingga ruang kabin mengalami kerusakan permanen

Kerusakan elektronik modern mempercepat penetapan total loss

Di sinilah pertanyaan publik muncul: siapa mengelola? Apakah asuransi benar-benar menanggung? Atau semua dilempar ke pasar rongsok?

2. Seberapa Jauh Peran Asuransi?

Bagi banyak pemilik kendaraan, asuransi dianggap penyelamat. Tapi kenyataannya bergantung pada satu hal: apakah polis mencakup perluasan banjir atau tidak.

Jika Ada Perluasan Banjir:

Survei kerusakan dilakukan cepat atau lambat, tergantung situasi bencana.

Jika biaya perbaikan lebih besar dari nilai kendaraan, statusnya Total Loss Only (TLO).

Pemilik menerima ganti rugi sesuai nilai pertanggungan.

Kendaraan menjadi milik perusahaan asuransi.

Asuransi melelang bangkai kendaraan ke pasar salvage.

Janji asuransi memang ada, tetapi prosesnya tidak selalu cepat. Banyak pemilik merasa “dinina-bobokan” oleh prosedur administratif, mulai dari verifikasi dokumen hingga antrian survei yang panjang.

Jika Tidak Ada Perluasan Banjir:

Inilah kenyataan pahit yang jarang diakui secara lugas:Asuransi tidak menanggung sedikit pun kerusakan.Kendaraan menjadi masalah pemilik.

Banyak mobil/motor akhirnya dijual murah ke pedagang rongsok.

Sebagian masuk kembali ke pasar jual-beli dalam kondisi yang sudah diperbaiki secara minimal.

Bagi konsumen umum, situasi ini menciptakan risiko besar karena kendaraan bekas banjir sering muncul di pasaran tanpa riwayat jelas.

3. Pemerintah Mengelola, Bukan Membeli Limbah Kendaraan

Masyarakat sering salah paham bahwa pemerintah akan membeli kendaraan rusak total sebagai bentuk bantuan bencana. Faktanya tidak ada regulasi nasional yang mewajibkan pemerintah membeli bangkai kendaraan milik warga.

Yang dilakukan pemerintah adalah:

Mengelola Tempat Penampungan Sementara (TPS) untuk kendaraan yang ditemukan pascabencana.

Mencatat identitas pemilik.

Mencegah kebocoran limbah B3 ke lingkungan.

Membuang atau melelang aset kendaraan dinas yang rusak berat.

Setelah proses administrasi, seluruh kendaraan pribadi kembali menjadi tanggung jawab pemilik atau perusahaan asuransi.

4. Lalu, ke Mana Perginya Bangkai Mobil dan Motor Tersebut?

Inilah alur utamanya:

1. Salvage Auction (Lelang Limbah Kendaraan) oleh AsuransiUntuk unit yang ditanggung asuransi, jalurnya jelas:Kendaraan dilabeli total loss.

Asuransi melelang secara paket atau satuan.

Pedagang salvage membeli untuk memperoleh komponen yang masih bernilai.

2. Dibongkar di Bengkel RongsokDi tempat inilah kendaraan “diurai” secara sistematis:

Melepas bagian yang masih layak jual: pintu, kap mesin, velg, jok, lampu, radiator.

Komponen elektronik biasanya rusak total, sehingga jarang diselamatkan.

Mesin yang kemasukan lumpur sering kali dipreteli untuk sekadar diambil blok atau head yang masih bisa digunakan.

3. Daur Ulang LogamSisa rangka dan panel bodi akan dipotong dan dikirim ke pabrik peleburan logam. Materialnya masuk kembali ke industri manufaktur.

4. Masuk Pasar Bebas Tanpa TransparansiInilah bagian paling sensitif. Beberapa kendaraan yang rusaknya tidak terlalu parah:

Dibersihkan

Dipoles

Diperbaiki seadanya

Ditawarkan kembali ke pasar tanpa menyebut “bekas banjir”

Konsumen yang tidak paham akan masuk perangkap.

5. Risiko Sosial: Ketika Bangkai Kendaraan Kembali ke Jalan Tanpa Pengawasan

Mobil atau motor bekas banjir memiliki risiko laten:

Wiring mudah korslet

Sensor makin sensitif dan gagal baca

Karat menyebar di bagian rangka tersembunyi

Rem atau komponen vital bisa gagal sewaktu-waktu

Nilai jual kembali jatuh drastis ketika ketahuan riwayat banjir

Fenomena ini terjadi setiap tahun, namun publik sering kali tidak menyadari skalanya.

6. Limbah B3: Ancaman Lingkungan yang Kerap Diabaikan

Kendaraan rusak banjir menyimpan limbah berbahaya:

Oli tercampur air

Bensin atau solar terkontaminasi

Cairan radiator

Cairan rem

Aki (asam sulfat dan timbal)

Jika dibuang sembarangan, kontaminasinya merusak tanah dan air permukaan. Fasilitas pengolahan B3 masih terbatas, sehingga kolaborasi dengan pihak swasta sangat penting.

Janji Asuransi Menenangkan, Tapi Logika Pasar Menentukan Akhirnya

Pertanyaan utama masyarakat—apakah bangkai mobil dan motor akan ditanggung asuransi, dibeli pemerintah, atau dijual kembali—memiliki jawaban sederhana dan tegas:

Asuransi menanggung hanya jika ada perluasan banjir.

Pemerintah tidak membeli kendaraan rusak.

Pasar salvage dan pedagang rongsok menjadi tujuan utama.Sebagian kendaraan kembali ke pasar bebas, sering tanpa informasi jujur.

Di tengahnya, pemilik kendaraan sering merasa digantung, mendengar janji yang menenangkan namun tak selalu cepat ditepati.

Itulah sebabnya fenomena ini sering disindir publik sebagai janji “Nina Bobo”: terdengar lembut, tetapi masalah utamanya tetap harus diselesaikan sendiri.

Leave a Reply

Archives (Arsip Berita)


PertaliteRp. 10.000
Pertamax 92Rp. 12.750
Pertamax Turbo 98Rp. 13.750
Pertamina DexRp. 15.000
*Harga bisa berubah sewaktu-waktu
Super RON 92Rp. 13.000
V-Power RON 95Rp. 13.630
V-Power DieselRp. 15.250
V-Power Nitro+Rp. 13.890
*Harga bisa berubah sewaktu-waktu
BP UltimateRp. 13.630
BP 92Rp. 13.000
BP Ultimate DieselRp. 15.250
*Harga bisa berubah sewaktu-waktu
Revvo 92Rp. 13.000
Diesel PrimusRp. 15.250
*Harga bisa berubah sewaktu-waktu