Otomotifnews.com – Selama hampir lima dekade terakhir, merek dari Jepang telah mendominasi kelas 500cc dan MotoGP. Pada 1975, Giacomo Agostini menjadi juara dunia bersama Yamaha. Era Italia, yang berkuasa tanpa henti sejak 1952, pun tamat.
Hingga akhir 2021, semua penunggang motor Jepang duduk sebagai juara dunia dengan satu pengecualian. Anomali terjadi pada 2007, ketika Casey Stoner bersama Ducati. Musim 2022, skuad Borgo Panigale menang lagi bersama Francesco Bagnaia.
Merek-merek Eropa semakin memimpin. Hanya berkat Fabio Quartararo, Yamaha mengakhiri musim lalu di posisi kedua klasemen pabrikan. Sedangkan, Suzuki dan Honda berada di urutan kelima dan keenam.
Sepertinya, penyakit ini masih akan diderita musim depan. Yamaha kehilangan tim satelit dan hanya memiliki dua motor yang tersisa di grid. Pengembangan pastinya tak optimal dalam situasi tersebut.
Honda mengalami musim tanpa kemenangan lagi setelah 2020. Akibat krisis finansial, Suzuki menarik diri sepenuhnya dari MotoGP dan juga menghentikan proyek di Kejuaraan Dunia Ketahanan Motor.
“Sangat menyedihkan bahwa tim ini ditutup karena sangat disayangkan,” kata Davide Brivio kepada GPOne.com. Brivio membangun tim Suzuki ketika kembali ke MotoGP pada 2015.
Pria Italia itu memimpin tim menuju gelar MotoGP 2020. Dia kemudian mengucapkan selamat tinggal terhadap balap motor premier dan pindah ke Formula 1.
Brivio tak habis pikir mengapa Suzuki membuat keputusan ekstrem. Padahal, GSX-RR kompetitif hingga akhir, bahkan membawa Alex Rins memenangi balapan terakhir di MotoGP Australia dan Valencia.
“Saya pikir mereka memiliki potensi untuk melakukannya dengan sangat baik. Ada beberapa kesulitan di tahun-tahun awal, tetapi para insinyur Jepang menemukan ritme. Mereka bisa memanfaatkan pengalaman dengan baik. Namun, sayangnya, jalan ini terputus,” Brivio menyesalkan.
Apakah keluarnya Suzuki menjadi alarm bagi MotoGP? “Saya khawatir dengan dua merek Jepang lainnya,” kata Brivio.
“Saya pikir mereka perlu mengubah kecepatan mereka untuk mengimbangi. Teknik dalam olahraga ini terus berkembang. Mungkin orang Jepang lengah. Jika mereka ingin bertahan dalam permainan ini, mereka harus mengubah beberapa hal.” tambahnya
Pada putaran terakhir, Valentino Rossi berada di paddock dan terus menyilangkan jari-jarinya untuk Francesco Bagnaia. Tim VR46-nya membalap bersama Ducati.
Kendati demikian, ia masih masih memelihara hubungan dekat dengan Yamaha. Bagaimana The Doctor melihat situasinya?
“Yamaha selalu fokus pada keseimbangan, tapi sekarang perbedaan antara mesin mereka dan Ducati sangat besar,” ujar Rossi kepada Sky Sport Italia.
“Tapi, saya harus katakan bahwa Ducati telah menyebabkan semua orang bermasalah dalam beberapa tahun terakhir. Bukan hanya Yamaha, tapi semua merek Jepang bermasalah karena Ducati sudah menaikkan giginya. Ini sudah terjadi sejak 2016, tapi dalam dua tahun terakhir mereka telah mengambil langkah lain.” tambah Rossi
Rossi sependapat dengan mantan bosnya, Brivio. “Tim Jepang harus membuat pilihan karena permainan telah berubah. Mereka membutuhkan lebih banyak uang, lebih banyak sumber daya. Mereka harus memahami bahwa mereka harus berbuat lebih banyak jika ingin menang,” ujar juara MotoGP tujuh kali menandaskan.
Sumber : motorsport
More Stories
MotoGP Valencia Terancam Batal Sirkuit Ricardo Tormo Rusak Parah
Aldi Satya Mahendra Turut Meramaikan Penentuan Juara Umum di Yamaha Sunday Race 2024 Mandalika
MotoGP Mandalika 2024: Jorge Martin Pertahankan Poin Kandidat Juara Dunia