| Redaksi, OtomotifNews.com
Hungaria – Drama besar kembali mewarnai MotoGP 2025. Francesco “Pecco” Bagnaia, juara dunia dua kali yang diharapkan menjadi tumpuan Ducati Lenovo Team, justru terjerembab dalam salah satu akhir pekan terkelam sepanjang kariernya.
Balapan MotoGP Hungaria, yang hanya berlangsung 13 lap sejauh 52,9 kilometer, menghadirkan kontras mencolok: Marc Márquez merayakan kemenangan gemilang, sementara Bagnaia terjebak di posisi ke-13—persis di mana ia memulai balapan.
Bukan hanya hasil yang mengecewakan, tetapi juga jarak mencolok: Bagnaia tertinggal 14,891 detik dari Márquez, sebuah selisih yang sangat besar untuk race singkat.
Fakta itu membuat Bagnaia menghabiskan lebih dari dua jam setelah bendera finis untuk melakukan pertemuan panjang dengan para teknisi Ducati, mencari jawaban mengapa performanya tak kunjung membaik.
Dalam sesi jumpa pers yang tertunda lama, Bagnaia tak berusaha menutupi perasaannya. Ia dengan jujur mengakui, “Saya mengalami salah satu momen terburuk dalam karier olahraga saya.” Pernyataan itu langsung mengguncang paddock.
Seorang juara dunia berbicara dengan nada getir, seolah mempertanyakan keyakinan dirinya sendiri, jelas mengundang spekulasi.
Namun Bagnaia cepat meluruskan: “Saya pikir saya adalah salah satu orang paling percaya diri di dunia, jadi saya tidak berpikir saya memiliki masalah seperti ini. Saya tahu betul bahwa ini momen sulit, dan saya mengakuinya tanpa ragu. Kami sedang bekerja untuk menemukan solusi, dan kami akan menemukannya. Pertanyaannya hanya apakah bisa tahun ini, karena penting sekali meletakkan fondasi untuk musim depan.”
Nada positif itu seperti usaha Bagnaia menjaga martabat sekaligus memberi sinyal: meski terpuruk, ia tidak menyerah. Tetapi tetap saja, keraguan publik sudah terlanjur terbangun.
Salah satu rumor paling panas yang beredar adalah kemungkinan Bagnaia akan beralih motor, atau bahkan keluar dari proyek GP25 lebih cepat dari rencana.
Isu itu muncul karena Márquez, dengan motor GP24, justru tampil sangat kompetitif, sementara Bagnaia kesulitan dengan GP25.
Bagnaia menepis rumor tersebut: “Saya ingin mengakhiri spekulasi ini. Saat ini jelas saya akan memilih GP24, tapi pada saat keputusan dibuat saya belum bisa memahami potensinya. Sekarang tidak ada jalan untuk kembali.”
Pernyataan ini menegaskan bahwa Bagnaia tidak akan kembali mengendarai GP24, meskipun publik melihat motor itu lebih konsisten. Fokusnya kini adalah bagaimana membuat GP25 benar-benar bekerja, meski harus menempuh jalan berliku.
Yang membuat situasi semakin pelik adalah kenyataan bahwa Márquez dan Bagnaia menggunakan motor yang “secara teori” identik. Namun hasilnya bak langit dan bumi.
Márquez menjinakkan Ducati dengan stabilitas pengereman yang menakjubkan, sementara Bagnaia bergulat dengan motor yang terlalu banyak bergerak di bawah hard braking. Bagnaia menjelaskan, “Kami punya motor yang sama, tapi motornya bereaksi sangat berbeda saat dikendarai. Motor Marc tetap diam di bawah pengereman, motor saya banyak bergerak. Itu juga membuat bingung teknisi Ducati.”
Sebuah pengakuan yang membuka mata: masalahnya bukan sekadar setup, tapi kemungkinan besar terkait cara motor bereaksi dengan gaya berkendara masing-masing pembalap.
Márquez sendiri dikenal enggan mengubah setelan dasar. Ia lebih suka beradaptasi dengan motor, sebuah kebiasaan yang sudah menjadi identitasnya sejak di Honda. “Marc masih memakai basis yang sama dengan tahun lalu, ia nyaman, jadi tetap dipakai. Itu tipikal dirinya,” ucap Bagnaia.
Dalam olahraga sekompetitif MotoGP, hasil buruk tidak hanya berimplikasi pada klasemen, tapi juga pada kondisi mental pembalap. Bagnaia sadar benar hal itu.
Ia menegaskan bahwa jalan keluar harus ditemukan, entah lewat perubahan radikal atau perbaikan bertahap. “Saya melangkah selangkah demi selangkah di awal tahun, lalu di sini ada perubahan besar. Kami memanfaatkan akhir pekan tersulit untuk membuktikan sesuatu. Hari ini kami membuat langkah kecil ke depan, yang akan membantu saya di sirkuit lain dengan zona pengereman lebih sedikit.”
Bagnaia tak menutup diri dari kritik. Ia paham bahwa publik sulit memahami mengapa perbedaan hasil dengan Márquez begitu ekstrem. Namun ia memilih untuk menatap ke depan, meski tekanan dari media, sponsor, bahkan publik Italia semakin berat.
Di balik drama Bagnaia, ada dilema besar yang kini dihadapi Ducati. Mereka punya dua pembalap utama dengan situasi kontras: Márquez yang sedang bersinar, dan Bagnaia yang terpuruk. Dari sisi pabrikan, ini adalah mimpi buruk.
Bagaimana mungkin motor yang sama memberikan feedback yang begitu berbeda? Bagi teknisi, ini bukan hanya soal mengutak-atik data, tapi juga menjaga harmoni dalam tim. Bagnaia adalah wajah Ducati, ikon yang membawa mereka ke puncak dalam dua musim terakhir.
Namun Márquez kini menjadi pembalap paling menonjol di garasi merah tersebut. Skenario ini bisa memunculkan gesekan internal. Siapa yang akan menjadi prioritas pengembangan?
Apakah Ducati akan berfokus pada gaya Bagnaia yang teknis, atau justru pada Márquez yang adaptif?
Kegagalan Bagnaia di Hungaria membuat posisinya dalam klasemen sementara semakin terjepit.
Márquez dengan kemenangan impresif ini mempertebal peluangnya masuk perebutan gelar, sementara pesaing lain seperti Jorge Martín dan Enea Bastianini juga terus konsisten.
Bagnaia, yang semula diharapkan menjadi tulang punggung Ducati dalam perburuan gelar, kini harus realistis. Fokus utamanya bukan lagi mengejar trofi, melainkan membangun kembali kepercayaan diri dan menyiapkan landasan untuk 2026.
Bagnaia menegaskan dirinya tidak akan kembali menguji GP24. Alasannya jelas: “Jika saya tidak bisa menggunakannya dalam balapan, tidak ada gunanya mengujinya. Saya tahu feeling-nya lebih baik, jadi saya tak perlu membuktikannya lagi.”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa semua energi kini diarahkan ke GP25. Motor inilah yang akan menjadi basis pengembangan hingga 2026.
Ducati tidak bisa mundur, karena dalam dunia MotoGP modern, setiap langkah mundur bisa berarti kehilangan momentum teknis. GP25 adalah taruhan besar. Jika berhasil, Ducati akan punya senjata superior untuk dua musim ke depan. Jika gagal, mereka bisa kehilangan dominasi yang sudah dibangun sejak 2022.
MotoGP Hungaria 2025 menegaskan satu hal: Francesco Bagnaia sedang berada dalam titik nadir. Juara dunia dua kali itu kini harus berjuang bukan hanya melawan rival di lintasan, tetapi juga melawan keraguan internal, motor yang sulit dijinakkan, serta tekanan publik yang kian membesar.
Marc Márquez, di sisi lain, justru membuktikan bahwa adaptasi dan insting balap mampu menaklukkan tantangan paling rumit sekalipun.
Bagi Ducati, ini adalah momen krusial: bagaimana menjaga keseimbangan antara dua superstar dengan arah pengembangan yang berbeda. Keputusan yang diambil musim ini akan menentukan bukan hanya masa depan Bagnaia, tetapi juga dominasi Ducati di MotoGP era baru.


More News (Berita Tambahan)
Peugeot Hadir dengan Daya Tarik Baru: Ubah Cara Anda Menilai Sebuah Mobil
Marquez Dynasty: Keluarga yang Dominasi MotoGP 2025 Ukir Tinta Emas Kejuaran Kelas Dunia!
Kupas Tuntas Koenigsegg CC850: Mahakarya yang Manjakan Pengemudinya